Sabtu, 17 Oktober 2009

SEJARAH SMA

SEJARAH MENYENANGKAN

Pembelajaran sejarah konvensional yang selama ini dilakukan oleh guru SMA biasanya menggunakan pola guru berceramah, peserta didik mendengarkan dan mencatat, guru sekali-kali bertanya dan perserta didik menjawab pertanyaan guru. Pembelajaran didominasi oleh guru dan peserta didik diminta menghapal peristiwa sejarah. Pmebelajaran seperti ini menjadikan peserta didik jemu dan merasa bosan, akibatnya banyak peserta didik yang pasif dalam mengikuti pembelajaran dan bahkan beberapa peserta didik terkantuk-kantuk ketika mengikuti pembelajaran, apalagi bila berlangsungnya pembelajaran di siang hari.
Menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SMAN 1 Temanggung, tatap muka pembelajaran sejarah di setiap kelas yang ada pelajaran sejarahnya berlangsung satu kali dalam satu minggu dengan waktu satu jam. Pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan metode browsing internet dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan alternatif pembelajaran sejarah di SMA yang dapat memperbaiki proses pembelajaran sejarah di kelas.
Pola pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode browsing internet sebagai berikut. Pada pertemuan pertama peserta didik diberi tugas membuat ringkasan materi sejarah dengan disertai beberapa petunjuk penekanan atau fokus yang perlu digali (explore), misalnya membuat ringkasan materi masyarakat pra sejarah ditinjau dari segi budaya. Para peserta didik kemudian diajak ke laboratorium komputer dan mengakses internet untuk melacak materi sejarah yang berkaitan dengan tugas yang diberikan. Peserta didik membuat ringkasan dan hasilnya dikumpulkan kepada guru. Pada akhir pertemuan pertama guru memberi tugas kepada peserta didik untuk memperbaiki ringkasan atau rangkuman dari materi yang dipelajari, peserta didik dapat melengkapi dengan literatur buku-buku sejarah. Pada pertemuan kedua peserta didik peserta didik pembelajaran dilaksanakan dengan metode kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 peserta didik. Masing-masing kelompok berdiskusi dan membuat resume atau rangkuman materi yang dipelajari minggu lalu melalui browsing internet. Beberapa kelompok mempresentasikan hasilnya di kelas dan kelompok lainnya menanggapi. Pada pertemuan ketiga dilakukan tes hasil belajar untuk menguji kemampuan atau pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari.
Melalui pembelajaran sejarah dengan metode browsing internet sebagaimana di sebutkan di atas, mengurangi dominasi guru di kelas dan peserta didik terlibat aktif belajar secara divergen berdasar kemampuan peserta didik sendiri. Peserta didik memiliki kebebasan dalam menggali materi sejarah dan menulis dalam bentuk ringkasan menurut pemahaman, gaya dan bahasa masing-masing peserta didik. Di samping itu, peserta didik menjadi memiliki pengetahuan yang luas dari sekedar tugas yang diberikan. Ini dikarenakan ketika peserta didik melakukan browsing internet, peserta didik juga “terpaksa” membaca berbagai tulisan sejarah lainnya, apakah sesuai dengan materi sebagai tugas yang diberikan kepadanya.
Berdasar pengamatan terjadi peningkatan aktivitas peserta didik dalam belajar sejarah di banding dengan pembelajaran sejarah konvensional. Bahkan para peserta didik merasa senang dan tidak mengantuk mempelajari materi sejarah dengan cara seperti itu. Di bawah bimbingan guru, peserta didik terlibat secara langsung membuat ringkasan materi. Keragaman hasil ringkasan menunjukkan divergensi kemampuan peserta didik dalam belajar sejarah. Melalui diskusi dan presentasi di kelas di bawah pimpinan guru, menjadikan pengetahuan dasar peserta didik tentang materi yang dipelajari “terseragamkan”. Dalam diskusi dan presentasi di kelas ini, guru dapat melakukan perbaikan dan memperluas pengetahuan peserta didik tentang materi yang sedang dipelajari peserta didik.
Untuk mengukur pemahaman dan kemampuan peserta didik secara individu dilakukan tes hasil belajar. Kegiatan ini menuntut peserta didik lebih dalam lagi mempelajari materi yang sedang dibahas dalam rangka persiapan tes. Secara kualitatif kemampuan peserta didik bertambah. Hasil tes berupa nilai, secara kuantitatif menunjukkan pemahaman dan kemampuan peserta didik dalam mempelajari materi yang ditugaskan guru. Dengan demikian baik proses maupun hasil dalam pembelajaran sejarah dengan metode ini dapat dikendalikan dan dipantau oleh guru.